Inilah karyaku....

Senin, 16 Agustus 2010

alasanku ngeblogs...


Beginikah menjadi seorang guru.
Latar belakang: blog ini sengaja saya buat tentang keluhan dan harapan saya tentang apa arti menjadi seorang guru. Ketika masa kuliah dulu, betapa mulianya engkau wahai para pahlawan tanda jasa. Engkau tak kenal pamrih mendidik kami dengan senyuman dan kasih saying. Engkau curahkan hati untuk kami, muridmu. Saat kami menangis, engkau tenangkan kami layaknya ibu kami di rumah. Saat kami mencari orang yang kami percaya, kami selalu lebih mempercayai ucapanmu dibanding orang tua kami sendiri.
Tapi dunia ini penuh warna-warni. Tidak akan selamanya putih saja atau hitam saja. Guru pun tidak hanya satu tapi banyak. Membawa karakter yang berbeda karena hakikatnya mereka manusia yang memiliki watak. Ada watak baik, ada watak yang tidak baik. Semua tidak lepas dari kodrat mereka sebagai manusia biasa.
Konon, guru itu adalah orang yang digugu dan ditiru. Semua tindak tanduknya soko guru watak penerus bangsa. Memiliki nilai luhur yang disematkan padanya dengan pasti. Guru adalah predikat tertinggi dari kehormatan yang disandang di masyarakat. Mereka mendapat tempat khusus di hati masyarakat.
Sayangnya sekarang berbeda. Guru semakin menyusut pesonanya. Semakin tergerus harkatnya dengan permulaan watak yang mengerikan pelaku pendidik. Tak jarang pendidik menjadi pelampiasan rasa frustasi hidup. Mencari peluang kerja yang semakin ketat dan tak ada jaminan dapat kerja. Orang semakin berbondong mencari peluang untuk mengajar. Berbagai macam cara mereka tempuh mulai dari menjadi honorer yang berharap diangkat menjadi PNS. Sampai kepada pencaloan pendaftaran PNS di lingkungan guru.
Ups, aku terlalu umum menggagas. Tapi tak apalah. Mungkin itu akibat rasa ketercengangan saya kepada para pendidik. Saya kira mereka tanpa pamrih mengajar. Saya mengira mengira kebal pada keluhan. Saya kira mereka lebih hebat dalam bertanggung jawab mencerdaskan negeri ini.
Jujur saja, pengalamanku mengajarkanku tentang ini. Generalisasi yang bias kuambil bahwa guru semakin berambisi pada pangkat, gelar, gaji yang besar, sertifikasi, dll. Mengapa ada guru yang berambisi dengan pangkat. Mengapa mereka menjilat atasan untuk sebuah loyalitas. Loyalitas seperti diartikan dengan pendekatan yang dilakukan seorang guru untuk bias mengarahkannya dalam pembelajaran, tapi tidak pendekatan yang dilakukan bawahan dan atasan.
Oleh karenanya, aku sengaja membuat tulisan ini yang kusamarkan. Samara tentang siapa yang kutulis dan mengapa kutulis. Kenyataanya hanya ada pada pemikiran yang semakin menyiksaku pada lara. Aku ingin mereka tahu. Aku ingin tahu, disamping ada air mata guru juga ada air mata murid.

Selasa, 03 Agustus 2010

Nasehat itu perlu Kawan....

Bismillahirohmanirrohim.


Alhamdulillah, itulah mungkin kata yang ingin pertama kali kuucapkan. Teriring syukurku kehadirat Allah Azza Wazalla yang telah menganugerahkan rahmat pada kita semua. Pada awalnya kita adalah lemah tak berdaya, tak memiliki kekuatan sepadan apapun untuk menggerakkan tubuh kita, tapi atas RahmatNya kita semua masih bisa berdiri di atas kaki sendiri, memiliki kekuatan yang patut disyukuri. Dan lagi, Alhamdulillah.

Sahabat, aku telah meninggalkan blog ini terlalu lama. Tidak ada alasan yang patut, memang, jika memiliki pemikiran namun tidak pernah disampaikan. Namun yang patut kusampaikan adalah bahwa nasihat itu perlu.

Nasihat ini aku sampaikan atas diriku yang lalai atas kekhilafan yang menuntut kelayakan sebagai mahlukNya yang lemah. Terlalu lama menyuguhkan maksiat ke dalam tinta sejarah hidupku. Padahal, aku bisa saja menolak keberdayaanku untuk meninggalkan maksiat itu. Lebih-lebih guru adalah seseorang yang patut memberikan suri tauladan yang baik kepada anak didiknya. Dan sepatutnya kita semua mencontoh pribadi agung Rosulullah SAW.

Sahabat, mungkin kita tidak pernah menyadari bahwa kita semuanya sebenarnya sedang menjadi guru. Seorang ayah adalah guru bagi istri dan anak-anaknya. Seorang kakak adalah guru bagi adik-adiknya. Seorang petani pun sebenarnya adalah guru bagi kita karena dari seorang petani, dari pengetahuannya mengenai pengolahan pertaniannya itu, kita dapat bisa makan nasi. Masalahnya sekarang status guru itu terlalu lekat disematkan oleh seorang yang mengajarkan materi atau pelajaran. Padahal, statusnya sama. Yaitu belajar (dari pengalamannya. latihannya, dll) lalu diterapkan pada kehidupan nyatanya.

Tengoklah sejenak pribadi Maha Guru Kita Rosulullah SAW. Beliau dibimbing jibril mengena firman Robb-Nya lalu mendakwahkan dengan hati keikhlasan tentang cahaya sejati yang menerangkan Jahiliyah menjadi mukmin sejati. Subhanallah, Pribadi yang tak pernah mengenyam sedikitpun pendidikan formal (malah pendidikannya langsung dari Allah) bisa menghangatkan pengaruhnya di separuh penghuni bumi. Bukankah ini tanda-tanda kekuasaan Allah?

Jika boleh kuanalogikan, sebenarnya kita telah diberi pemahaman tentang sesuatu berupa pengalaman, pengajaran, pemberitahuan yang ditampung akal/pikiran manusia langsung dari Allah. Meski taraf pengetahuan, pengalaman, pengajaran, masih bersifat umum. Tetapi hakikatnya kita diberi rahmat olehNya untuk memahami tanda-tanda kekuasaanNya.

Sahabat, baik yang guru ataupun non-guru. Sebenarnya kita adalah nasihat untuk diri kita dan yang lainnya. Nasihat itu adalah kebenaran bahwa Allah sebenarnya tidak pernah lupa ataupun alpa memberi rahmatNya bagi kita semua tentang ilmu. Lalu dengan ilmu yang Dia kasih mengantarkan kita pada satu kehidupan yang bisa mengantarkan kita bisa terus menikmati rahmat-rahmatNya yang lain. Bahkan rahmat yang tidak akan bisa ditulis meski tinta lautan habis untuk menulikan rahmatnya.

Akhir kata ku ucap ALHAMDULILLAH. Jika terus ku diberi kesempatan, Insya Allah blog ini akan kutulis beberapa pemikiranku untuk nasihat diriku (dan semoga yang lain bisa mengambil manfaatnya-jika itu bermanfaat, jika tidak itu semata-mata harapanku untuk meminta nasihat dari Anda).